Perencanaan atau yang sudah akrab dengan istilah planning adalah satu dari fungsi management yang sangat penting. Bahkan kegiatan perencanaan ini selalu melekat pada kegiatan hidup kita sehari-hari, baik disadari maupun tidak. Sebuah rencana akan sangat mempengaruhi sukses dan tidaknya suatu pekerjaan. Karena itu pekerjaan yang baik adalah yang direncanakan dan sebaiknya kita melakukan pekerjaan sesuai dengan yang telah direncanakan.
Perencanaan merupakan proses yang
berisi kegiatan-kegiatan berupa pemikiran, perhitungan, pemilihan, penentuan
dsb. Yang semuanya itu dilakukan dalam rangka tercapainya tujuan tertentu. Pada
hakekatnya perencanaan merupakan proses pengambilan keputusan atas sejumlah
alternative (pilihan) mengenai sasaran dan cara-cara yang akan dilaksanakan di
masa yang akan datang guna mencapai tujuan yang dikehendaki serta pemantauan
dan penilaiannya atas hasil pelaksanaannya, yang dilakukan secara sistematis
dan dan berkesinambungan.
Dalam hal perencanaan wilayah, pentingnya perencanaan
dikuatkan oleh berbagai factor, antara lain:
1.
Banyak di antara
potensi wilayah selain terbatas juga tidak mungkin lagi diperbanyak atau
diperbaharui.
2.
Kemampuan
teknologi dan cepatnya perubahan dalam kehidupan manusia.
3.
Kesalahan
perencanaan yang sudah dieksekusi di lapangan sering tidak dapat diubah atau
diperbaiki kembali.
4.
Lahan
dibutuhkan untuk menopang kehidupan nermasyarakat.
5.
Tatanan
wilayah sekaligus menggambarkan kepribadian dari masyarakat yang berdomisili di
wilayah tersebut.
6.
Potensi
wilayah berupa pemberian alam maupun hasil karya manusia di masa lalu adalah
asset yang harus dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat.
Tujuan perencanaan wilayah adalah menciptakan kehidupan yang
efisien, nyaman serta lestari dan pada tahap akhirnya menghasilkan rencana yang
menetapkan lokasi dari berbagai kegiatan yang direncanakan.
Dalam perencanaan kota dan desa kita
dapat melihat bagaimana bentuk-bentuk dari perencanaan itu sendiri. Ada yang
melihat dari perbedaan isinya, sudut visi perencanaan, perbedaan luas
pandang bidang yang direncanakan, institusi yang dilibatkan dan wewenang dari
masing-masing institusi yang terlibat, dan koordinasi antar lembaga. Oleh
karena itu, kami selaku pemakalah akan lebih mengkaji bagaimana bentuk-bentuk
dari perencanaan wilayah yakni kota dan desa.
A. Bentuk-bentuk Perencanaan Kota dan
Desa
1. Perencanaan Fisik vs Perencanaan
Ekonomi
Pada dasarnya pembedaan ini didasarkan atas isi atau materi
dari perencanaan. Perencanaan Fisik adalah perencanaan untuk mengubah
atau memanfaatkan struktur fisik suatu wilayah misalnya perencanaan tata ruang
atau tata guna tanah, perencanaan jalur transportasi, penyediaan fasilitas
umum, dan lain-lain.
Perencanaan Ekonomi berkenaan dengan perubahan struktur
ekonomi suatu wilayah dan langkah-langkah untuk memperbaiki tingkat kemakmuran
suatu wilayah.
Perencanaan ekonomi lebih didasarkan pada mekanisme pasar
ketimbang perencanaan fisik yang lebih didasarkan atas kelayakan teknis.
Perencanaan fisik berfungsi untuk mewujudkan berbagai sasaran yang ditetapkan
dalam perencanaan ekonomi.
2. Perencanaan Alokatif vs Perencenaan
Inovatif
Pembedaan ini didasarkan atas perbedaan visi dari
perencanaan tersebut. Perencanaan alokatif berkenaan dengan menyukseskan
rencana umum yang telah disusun pada level yang lebih tinggi atau telah menjadi
kesepakatan bersama. Inti kegiatannya berupa koordinasi dan sinkronisasi agar
system kerja untuk mencapai tujuan itu dapat berjalan secara efektif dan
efisien sepanjang waktu.
Dalam Perencanaan inovatif, para perencana lebih
memiliki kebebasan, baik dalam menetpakan target maupun cara yang ditempuh
untuk mencapai target. Artinya mereka dapat menetapkan prosedur dalam mencapai
target dengan menggunakan cara-cara yang baru.
3. Perencanaan bertujuan jamak vs
perencanaan bertujuan Tunggal
Pembedaan ini didasarkan atas luas pandang yang tercakup
yaitu antara yang bertujuan tunggal dan bertujuan jamak.
Perencanaan bertujuan jamak adalah perencanaan yang memiliki
beberapa tujuan sekaligus. Misalnya rencana pelebaran jalan dan peningkatan
kualitas jalan yang ditujukan memberikan berbagai manfaat sekaligus.
Perencanaan bertujuan tunggal apabila sasaran yang hendak dicapai
adalah sesuatu yang yang dinyatakan dengan tegas dalam perencanaan itu dan
bersifat tunggal.
4. Perencanaan Bertujuan Jelas vs
perencanaan bertujuan Laten
Pembedaan didasarkan atas konkret atau tidak konkretnya isi
rencana tersebut. Perencanaan bertujuan jelas yaitu perencanaan yang
dengan tegas menyebutkan tujuan dan sasaran dari perencanaan tersebut, yang
sasarannya dapat diukur keberhasilannya.
Perencanaan bertujuan laten adalah perencanaan yang tidak
menyebutkan sasaran dan bahkan tujuannya pun kurang jelas sehingga sulit untuk
dijabarkan.
5. Perencanaan Indikatif vs perencanaan
imperative
Pembedaan ini didasarkan atas ketegasan dari isi perencanaan
dan tingkat kewenangan dari institusi pelaksana.
Perencanaan indikatif adalah perencanaan di mana tujuan
yang hendak dicapai hanya dinyatakan dalam bentuk indikasi, artinya tidak dipatok
dengan tegas. Tidak diatur bagaimana mencapai tujuan tersebut ataupun
langkah-langkah untuk mencapai tujuan tersebut, yang penting indicator yang
dicantumkan dapat tercapai.
Perencanaan imperative adalah perencanaan yang mengatur
baik sasaran, prosedur, pelaksana, waktu pelaksanaan, bahan-bahan, serta
alat-alat yang dapat dipakai untuk menjalankan rencana tersebut.
6. Top Down vs Bottom Up Planning
Pembedaan perencanaan jenis ini didasarkan atas kewenangan
dari institusiya g terlibat. Perencanaan model top-down dan bottom-up hanya
berlaku apabila terdapat beberapa tingkat atau lapisan pemerintahan yang
masing-masing diberi wewenang untuk melakukan perencanaan.
Perencanaan model top-down adalah apabila kewenangan utama
dalam perencanaan itu berada pada institusi yang lebih tinggi di mana institusi
perencana pada level yang lebih rendah harus menerima rencana atau arahan dari
institusi yang lebih tinggi. Rencana dari institusi yang lebih tinggi tersebut
harus dijadikan bagian rencana dari institusi yang lebih rendah.
Perencanaan model Bottom-up adalah apabila kewenangan utama
pada perencanaan itu berada pada institusi yang lebih rendah, di mana institusi
prerencana pada level yang lebih tinggi harus menerima usulan-usulan yang
diajukan oleh institusi perncana pada tingkat yang lebih rendah.
7. Vertical vs Horizontal Planning
Pembedaan bentuk ini juga didasarkan atas perbedaan
kewenangan antarinstitusi walaupun lebih ditekankan pada perbedaan jalur
koordinasi yang diutamakan perencana.
Vertical planning adalah perencanaan yang lebih
mengutamakan koordinasi antarberbagai jenjang pada sector yang sama. Model ini
mengutamakan keberhasilan sektoral, jadi menekankan pentingnya koordinasi
antarberbagai jenjang pada instansi yang sama.
Horizontal planning menekankan keterkaitan
antarberbagai sector sehingga berbagai sector itu dapat berkembang secara
bersinergi. Lebih melihat pentingnya koordinasi antarberbagai instansi pada
level yang sama.
8. Perencanaan yang Melibatkan
Masyarakat secara langsung vs yang tidak melibatkan masyarakat secara langsung
Pembedaan juga didasarkan atas kewenangan yang diberikan
kepada institusi perencana yang seringkali terkait dengan luas bidang yang
direncanakan.
Perencanaan yang melibatkan
masyarakat secara langsung adalah apabila sejak awal masyarakat telah diberitahu dan
diajak ikut serta dalam menyusun rencana tersebut.
Perencanaan yang tidak melibatkan
masyarakat
adalah apabila masyarakat tidak dilibatkan sama sekali dan paling-paling hanya
dimintakan persetujuan dari DPRD untuk persetujuan akhir.
B. Teori Perencanaan
Menurut Hudson dalam Tanner (1981)
teori perencanaan meliputi, antara lain; sinoptik, inkremental, transaktif,
advokasi, dan radial. Selanjutnya di kembangkan oleh tanner (1981) dengan nama
teori SITAR sebagai penggabungan dari taksonomi Hudson.
1. Teori Sinoptik
Disebut juga system planning, rational
system approach, rasional comprehensive planning. Menggunakan model berfikir
system dalam perencanaan, sehingga objek perencanaan dipandang sebagai suatu kesatuan
yang bulat, dengan satu tujuan yang disbebut visi. Langkah-langkah dalam
perencanaan ini meliputi: pengenalan masalah, mengestimasi ruang lingkup
problem,
mengklasifikasi
kemungkinan penyelesaian, menginvestigasi problem, memprediksi alternative, mengevaluasi
kemajuan atas penyelesaian spesifik.
2. Teori incemental
Didasarkan pada kemampuan institusi dan
kinerja personalnya. Bersifat desentralisasi dan tidak cocok untuk jangka
panjang.
Jadi perencanaan ini menekankan perencanaan dalam jangka pendek saja. Yang
dimaksud dengan desentralisasi pada teori ini adalah si perencana dalam
merencanakan objek tertentu selalu mempertimbangkan faktor-faktor
lingkungan.
3. Teori transactive
Menekankan pada harkat individu yang menjunjung tinggi
kepentingan pribadi dan bersifat desentralisasi, suatu desentralisasi yang
transactive yaitu berkembang dari individu ke individu secara keseluruhan. Ini
berarti penganutnya juga menekankan pengembangan individu dalam kemampuan
mengadakan perencanaan.
4. Teori advocacy
Menekankan hal-hal yang bersifat umum,
perbedaan individu dan daerah diabaikan. Dasar perencanaan tidak bertitik
tolak dari pengamatan secara empiris, tetapi atas dasar argumentasi yang rasional, logis dan bernilai (advocacy= mempertahankan
dengan argumentasi).
Kebaikan teori ini adalah untuk kepentingan umum secara
nasional. Karena ia meningkatkan kerja sama secara nasional, toleransi,
kemanusiaan, perlindungan terhadap minoritas, menekankan hak sama, dan
meningkatkan kesejahteraan umum. Perencanaan yang memakai teori ini tepat
dilaksanakan oleh pemerintah/ atau badan pusat.
5. Teori radikal
Teori ini menekankan pentingnya kebebasan lembaga atau
organisasi lokal untuk melakukan perencanaan sendiri, dengan maksud agar dapat
dengan cepat mengubah keadaan lembaga supaya tepat dengan kebutuhan.
Perencanaan ini bersifat desentralisasi dengan partisipasi
maksimum dari individu dan minimum dari pemerintah pusat / manajer tertinggilah
yang dapat dipandang perencanaan yang benar. Partisipasi disini juga mengacu
kepada pentingnya kerja sama antar personalia. Dengan kata lain teori radikal
menginginkan agar lembaga pendidikan dapat mandiri menangani lembaganya. Begitu
pula pendidikan daerah dapat mandiri menangani pendidikannya.
6. Teori SITAR
Merupakan gabungan kelima teori diatas
sehingga disebut juga complementary planning process. Teori ini menggabungkan
kelebihan dari teori diatas sehingga lebih lengkap. Karena teori ini memperhatikan
situasi dan kondisi masyarakat atau lembaga tempat perencanaan itu akan
diaplikasikan, maka teori ini menjadi SITARS yaitu S terakhir adalah menunjuk
huruf awal dari teori situational. Berarti teori baru ini di samping
mengombinasikan teori-teori yang sudah ada penggabungan itu sendiri ada
dasarnya ialah menyesuaikan dengan situasi dan kondisi lembaga pendidikan dan
masyarakat. Jadi dapat kita simpulkan bahwa teori-teori diatas mempunyai
persamaan dan pebedaannya.
Persamaannya:
1. Mempunyai
tujuan yang sama yaitu pemecahan masalah
2. Mempunyai obyek
perencanaan yang sama yaitu manusia dan lingkungan sekitarnya.
3. Mempunyai
beberapa persyaratan data, keahlian, metode, dan mempunyai konsistensi internal
walaupun dalam penggunaannya terdapat perbedaan penitikberatan.
4. Mempertimbangkan
dan menggunakan sumberdaya yang ada dalam pencapaian tujuan
Sedangkan Perbedaannya adalah :
1.
Perencanaan
sinoptik lebih mempunyai pendekatan komprehensif dalam pemecahan masalah
dibandingkan perencanaan yang lain, dengan lebih mengedepankan aspek-aspek
metodologi, data dan sangat memuja angka atau dapat dikatakan komprehensif
rasional. Hal ini yang sangat minim digunakan dalam 4 pendekatan perencanaan
yang lain.
2.
Perencanaan
incremental lebih mempertimbangkan peran lembaga pemerintah dan sangat
bertentangan dengan perencanaan advokasi yang cenderung anti kemapanan dan
perencanaan radikal yang juga cenderung revolusioner.
3.
Perencanaan
transactive mengedepankan
faktor – faktor perseorangan / individu melalui proses tatap muka dalam salah
satu metode yang digunakan, perencanaan ini kurang komprehensif dan sangat
parsial dan kurang sejalan dengan perencanaan Sinoptik dan Incremental yang
lebih komprehensif.
4.
Perencanaan
advocacy
cenderung
menggunakan pendekatan hukum dan obyek yang mereka ambil dalam perencanaan
adalah golongan yang lemah. Perencanaan ini bersifat sosialis dengan lebih
mengedepankan konsep kesamaan dan hal keadilan social.
5. Perencanaan Radikal seakan-akan tanpa
metode dalam memecahkan masalah dan muncul dengan tiba-tiba (spontan) dan hal
ini sangat kontradiktif dengan pendekatan incremental dan sinoptik yang
memepertimbangkan aturan – aturan yang ada baik akademis/metodologis dan
lembaga pemerintahan yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar