A.
Pengertian Wilayah, Daerah, Kawasan dan Tata Ruang
Dalam perencanaan pembangunan dikenal beberapa istilah atau konsep penting yang terkait dengan luasan permukaan dimana pembangunan dilaksanakan. Permukaan daratan (juga perairan laut) berfungsi sebagai wadah dimana kegiatan manusia dan pembangunan dilaksanakan yang selanjutnya memunculkan beberapa konsep, yaitu: (1) wilayah, (2) daerah, (3) kawasan, dan (4) tata ruang (Hadjisarosa, 1980; Adisasmita, 2011). Wilayah diartikan sebagai suatu permukaan yang luas yang dihuni oleh anusia yang melakukan interaksi kegiatan dengan sumberdaya alam, sumberdaya modal, sumberdaya teknologi, sumberdaya kelembagaan dan sumberdaya pembangunan lainnya, untuk mencapai tingkat kesejahteraan ekonomi dan social bagi masyarakat. Hal ini yang menyebabkan pentingnya penataan dan pengaturan, pemanfaatan dan pengelolaan ruang wilayah secara efektif dan efisien. Konsep wilayah dibedakan ke dalam wilayah administrasi dan wilayah pengembangan. Wilayah administrasi adalah wilayah yang mempunyai batas wilayah pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah/peraturan daerah, yang dikelompokkan dalam wilayah provinsi, wilayah kabupaten/kota, yang masing-masing memiliki ibukota pemerintahan sebagai tempat kedudukan kepala daerah (gubernur/walikota/bupati) dan DPRD. Sementara wilayah pengembangan adalah wilayah yang luasannya tidak ditentukan berdasarkan wilayah administrasi, tetapi batasnya ditetapkan secara fungsional, berdasarkan kegiatan interaksi sumberdaya manusia, alam, modal, teknologi, kelembagaan dan sumberdaya pembangunan lainnya. Dengan demikian wilayah pengembangan tidak selalu sama luasnya dengan wilayah administrasi, bahkan dikatakan lebih kecil. Secara fungsional terkadang wilayah pengembangan juga dapat melewati batas administrasi karena adanya interaksi, aksesibilitas dan mobilitas dalam dan luar wilayah pengembangan.
Daerah mempunyai pengertian yang sering dikonotasikan dengan wilayah administrasi pemerintahan, yaitu wilayah provinsi, wilayah kabupaten/kota. Penggunaan kata “daerah” akan terkait dengan berbagai istilah yang mengarah kepada pemerintahan daerah, seperti pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota, gubernur/bupati/walikota kepala daerah, dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) dan lainnya. Sejak 1 Januari 2001, telah munculkan kembali istilah otonomi daerah yang merupakan sistem pemerintahan yang memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada daerah otonom untuk mengurus dan mengatur daerahnya sesuai dengan aspirasi daerah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Tugas utama pemerintah daerah adalah 1) menyelenggarakan pemerintahan daerah secara efektif dan efisien, 2) memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bermutu, cepat dan murah serta terarah, dan 3) melaksanakan pembangunan daerah ke seluruh wilayah daerah.
Kawasan diartikan sebagai wilayah yang mempunyai fungsi tertentu, yang ditunjukkan dengan adanya potensi dan kondisi sumberdaya yang dimiliki atau dikaitkan dengan sasaran yang hendak dicapai. Potensi dan kondisi sumberdaya yang menonjol, misalnya kawasan yang memiliki sumberdaya hutan akan disebut sebagai kawasan hutan lindung, perikanan menjadi kawasan budidaya perikanan, tanaman pangan menjadi kawasan tanaman pangan, perkebunan menjadi kawasan perkebunan, pariwisata menjadi kawasan wisata, sungai disebut kawasan/daerah aliran sungai, kepulauan disebut kawasan gugus pulau, perdesaan dijadikan kawasan perdesaan atau agropolitan dan perkotaan dijadikan kawasan perkotaan dan dalam skala yang lebih besar menjadi kawasan metropolitan. Pengelompokan kawasan dapat pula dilakukan berdasarkan sasaran yang akan dicapai, misalnya Kawasan pertumbuhan ekonomi terpadu (KAPET), kawasan ekonomi khusus industry (KEKI), kawasan perdagangan bebas, kawasan perdagangan bebas, kawasan perumahan elit, kawasan kumuh dan lainnya. Berdasarkan kemampuan berkembangnya suatu kawasan, dapat juga dikategorikan menjadi kawasan cepat berkembang, kawasan tertinggal dan kawasan stagnan. Di lihat dari kondisi lokasinya didapatkan kawasan terisolasi, kawasan terpencil, kawasan perbatasan. Melalui kondisi fisik kawasan dikenal menjadi kawasan kumuh perkotaan, dan dari sisi prasarana transportasi didapatkan kawasan pelabuhan dan kawasan bandar udara.
Selain tingkat keterkaitan pembangunan antar sector yang terjalin sangat kuat dan saling menunjang, akan lebih diperkuat lagi oleh struktur tata ruang kawasan, yaitu terdapatnya pusat pertumbuhan yang berfungsi sebagai prime mover (penggerak utama) yang didukung oleh pusat-pusat kegiatan produksi local yang tersebar dan beorientasi pada jasa distribusi secara geografis menuju ke pusat penggerak utama. Pembangunan kawasan dapat dikatakan lebih opersional untuk diimplementasikan karena memiliki unsure-unsur pendukung fungsional yang handal, yaitu; 1) kawasan pembangunan yang akan dikembangkan merupakan satuan wilayah pengembangan yang potensial karena telah tersedia potensi infrastruktur pembangunan, 2) dalam kawasan pembangunan terdapat pusat kegiatan wilayah sebagai prime mover, 3) memiliki beberapa komoditas unggulan (advantageous commodities) yang strategis bagi kontribusinya terhadap nilai PDRB, dan 4) kegiatan jasa distribusi (perdagangan dan transportasi) yang didukung oleh tersedianya moda transportasi dan jaringan prasarana transportasi. Hal inilah yang menyebabkan pembangunan berbasis kawasan dianggap sebagai pendekatan pembangunan yang dapat diterima (acceptable), karena terpercaya secara konseptual (reliable) dan dapat diimplementasikan (implementable)
B. Dimensi Wilayah dalam Perencanaan Pembangunan
Dimensi wilayah telah dimunculkan dalam decade 1930-an dan telah dikembangkan sebagai teori dan konsep pembangunan setelah decade 1950-an sampai sekarang dan digunakan sebgai variable penting dalam analisis pembangunan dan perencanaan pembangunan. Paling tidak ada 4 alasan pentingnya dimensi wilayah sebagaimana diungkapkan oleh Richardson (1972) dalam Adisasmita (2011) yaitu:
1. Lansekap ekonomi (economic landscape), menjelaskan bahwa masing-masing kegiatan pembangunan, harus diletakkan pada lokasi yang tepat.
2. Optimalisasi kegiatan yang berarti harus mencapai suatu kondisi yang sebaik mungkin.
3. Telah diintrodusirnya konsep wilayah sebagai penyesuaian untuk obyek pengamatan.
4. Kepentingan nasional harus lebih diutamakan yang merupakan integritas wilayah.
Dalam analisis ekonomi, faktor tata ruang dan faktor jarak menjadi warna yang penting. Secara eksplisit pertimbangan mengenai pentingnya dimensi tata ruang wilayah dalam perencanaan pembangunan dapat diungkapkan melalui lima persoalan utama ekonomi wilayah. Pertama, adalah yang berhubungan dengan penentuan lansekap ekonomi yaitu mengenai penyebaran kegiatan ekonomi pada tata ruang wilayah. Kedua, adalah berkaitan dengan diintroduksikannya konsep wilayah dalam analisis teoritik yang memberikan dorongan terhadap perencanaan pembangunan spasial dan regional serta pengukuran aktivitas ekonominya. Ketiga, adalah menganalisis interaksi antara wilayah-wilayah baik sebagai arus pergerakan faktor roduksi maupun pertukaran komoditas. Keempat adalah persoalan analisis optimum atau keseimbangan antar wilayah, dan kelima, yang berkaitan dengan persoalan kebijakan wilayah (Adisasmita,2008).
Perekonomian daerah membutuhkan kebijakan pembangunan yang merupakan intervensi pemerintah, baik secara nasional maupun regional untuk mendorong proses pembangunan daerah secara keseluruhan. Hal ini dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan pada wilayah-wilayah yang masih terbelakang. Kebijakan pembangunan pada dasarnya adalah merupakan keputusan atau tindakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan public guna mewujudkan suatu kondisi pembangunan atau masyarakat yang diinginkan, baik pada saat sekarang maupun untuk periode tertentu dimasa datang (Sjafrizal, 2008). Guna mendapatkan kebijakan pembangunan regional atau daerah yang tepat, perlu ditetapkan sasaran yang ingin dicapai; kemakmuran wilayah (place prosperity), kemakmuran masyarakat (people prosperity) atau kedua-duanya. Bila kemakmuran wilyah sebagai sasaran pembangunan daerah, maka besar kemungkinan pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat cepat karena didorong oleh kondisi daerah yang sudah lebih baik, terutama prasarana dan sarananya. Kegiatan investasi akan meningkat, mendorong migrasi masuk dan makin banyak lapangan pekerjaan. Selanjutnya pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja biasanya lebih dinikmati oleh pendatang, sementara penduduk setempat kurang menikmati karena ketimpangan kualitas sumberdaya manusianya. Hal ini menyebabkan ketimpangan pada distribusi pendapatan yang cukup tinggi antara pendatang dengan penduduk setempat, dan akan menimbulkan kecemburuan dan ketegangan sosial dalam masyarakat.
Bilamana, kemakuran masyarakat yang menjadi sasaran utama pembangunan daerah, maka tekanan pembangunan akan lebih banyak diarahkan pada pembangunan penduduk setempat melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia (pendidikan, pelayanan kesehatan dan penerapan teknologi tepat guna), juga peningkatan kegiatan produksi masyarakat dan kegiatan ekonomi masyarakat lainnya, serta pemberdayaan masyarakat. Konsekuensinya adalah pertumbuhan ekonomi akan melambat, karena peningkatan kualitas sumberdaya masyarakat membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding dengan kegiatan fisik wilayah. Lebih lanjut ekonomi melambat akan memberikan implikasi pada pendapatan masyarakat yang stagnan dan menimbulkan ketidak puasan dan dapat berimplikasi politik.
Pada tahapan lainnya, kebijakan pembangunan daerah juga memerlukan penetapan wilayah pembangunan (Sjafrizal, 2008). Penetapan wilayah ini dapat dilakukan dengan memperhatikan 4 aspek utama:
1. Kesamaan kondisi, permasalahan dan potensi umum daerah secara ekonomi, social dan budaya (homogeneous region).
2. Keterkaitan yang erat antara daerah-daerah yang tergabung dalam wilayah pembangunan yang bersangkutan, di antaranya kegiatan perdagangan dan mobilitas penduduk antar daerah.
3. Kesamaan karakteristik geografis antar daerah yang tergabung dalam wilayah pembangunan (wilayah fungsional)
4. Kesatuan wilayah administrasi pemerintahan antara provinsi, kabupaten dan kota yang tergabung dalam wilayah pemangunan yang bersangkutan (wilayah perencanaan)
Kebijakan pembangunan wilayah dapat dilakukan dalam bentuk kebijakan fiskal wilayah yang menyangkut tentang pengaturan dan pengendalian penerimaan dan pengeluaran keuangan daerah, karena secara umum akan berpengaruh pada kinerja pembangunan daerah. Bentuk lain adalah kebijakan moneter daerah yang menyangkut tentang kegiatan lembaga keuangan perbankan dan non bank didaerah, misalnya pada kebijakan perkreditan perbankan dan penyediaan pembiayaan bagi pengembangan usaha ekonomi masyarakat.
Referensi
Adisasmita, Rahardjo, 2008, Pengembangan Wilayah; Konsep dan Teori, Edisi Pertama Graha Ilmu, Yogyakarta.
Adisasmita, Sakti Adji, 2011, Transpostasi dan Pengembangan Wilayah, Edisi Pertama Graha Ilmu, Yogyakarta.
Sjafrizal, 2008, Ekonomi Regional; Teori dan Aplikasi, Penerbit Baduose Media, Padang
Dalam perencanaan pembangunan dikenal beberapa istilah atau konsep penting yang terkait dengan luasan permukaan dimana pembangunan dilaksanakan. Permukaan daratan (juga perairan laut) berfungsi sebagai wadah dimana kegiatan manusia dan pembangunan dilaksanakan yang selanjutnya memunculkan beberapa konsep, yaitu: (1) wilayah, (2) daerah, (3) kawasan, dan (4) tata ruang (Hadjisarosa, 1980; Adisasmita, 2011). Wilayah diartikan sebagai suatu permukaan yang luas yang dihuni oleh anusia yang melakukan interaksi kegiatan dengan sumberdaya alam, sumberdaya modal, sumberdaya teknologi, sumberdaya kelembagaan dan sumberdaya pembangunan lainnya, untuk mencapai tingkat kesejahteraan ekonomi dan social bagi masyarakat. Hal ini yang menyebabkan pentingnya penataan dan pengaturan, pemanfaatan dan pengelolaan ruang wilayah secara efektif dan efisien. Konsep wilayah dibedakan ke dalam wilayah administrasi dan wilayah pengembangan. Wilayah administrasi adalah wilayah yang mempunyai batas wilayah pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah/peraturan daerah, yang dikelompokkan dalam wilayah provinsi, wilayah kabupaten/kota, yang masing-masing memiliki ibukota pemerintahan sebagai tempat kedudukan kepala daerah (gubernur/walikota/bupati) dan DPRD. Sementara wilayah pengembangan adalah wilayah yang luasannya tidak ditentukan berdasarkan wilayah administrasi, tetapi batasnya ditetapkan secara fungsional, berdasarkan kegiatan interaksi sumberdaya manusia, alam, modal, teknologi, kelembagaan dan sumberdaya pembangunan lainnya. Dengan demikian wilayah pengembangan tidak selalu sama luasnya dengan wilayah administrasi, bahkan dikatakan lebih kecil. Secara fungsional terkadang wilayah pengembangan juga dapat melewati batas administrasi karena adanya interaksi, aksesibilitas dan mobilitas dalam dan luar wilayah pengembangan.
Daerah mempunyai pengertian yang sering dikonotasikan dengan wilayah administrasi pemerintahan, yaitu wilayah provinsi, wilayah kabupaten/kota. Penggunaan kata “daerah” akan terkait dengan berbagai istilah yang mengarah kepada pemerintahan daerah, seperti pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota, gubernur/bupati/walikota kepala daerah, dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) dan lainnya. Sejak 1 Januari 2001, telah munculkan kembali istilah otonomi daerah yang merupakan sistem pemerintahan yang memberikan kewenangan dan kekuasaan kepada daerah otonom untuk mengurus dan mengatur daerahnya sesuai dengan aspirasi daerah dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Tugas utama pemerintah daerah adalah 1) menyelenggarakan pemerintahan daerah secara efektif dan efisien, 2) memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bermutu, cepat dan murah serta terarah, dan 3) melaksanakan pembangunan daerah ke seluruh wilayah daerah.
Kawasan diartikan sebagai wilayah yang mempunyai fungsi tertentu, yang ditunjukkan dengan adanya potensi dan kondisi sumberdaya yang dimiliki atau dikaitkan dengan sasaran yang hendak dicapai. Potensi dan kondisi sumberdaya yang menonjol, misalnya kawasan yang memiliki sumberdaya hutan akan disebut sebagai kawasan hutan lindung, perikanan menjadi kawasan budidaya perikanan, tanaman pangan menjadi kawasan tanaman pangan, perkebunan menjadi kawasan perkebunan, pariwisata menjadi kawasan wisata, sungai disebut kawasan/daerah aliran sungai, kepulauan disebut kawasan gugus pulau, perdesaan dijadikan kawasan perdesaan atau agropolitan dan perkotaan dijadikan kawasan perkotaan dan dalam skala yang lebih besar menjadi kawasan metropolitan. Pengelompokan kawasan dapat pula dilakukan berdasarkan sasaran yang akan dicapai, misalnya Kawasan pertumbuhan ekonomi terpadu (KAPET), kawasan ekonomi khusus industry (KEKI), kawasan perdagangan bebas, kawasan perdagangan bebas, kawasan perumahan elit, kawasan kumuh dan lainnya. Berdasarkan kemampuan berkembangnya suatu kawasan, dapat juga dikategorikan menjadi kawasan cepat berkembang, kawasan tertinggal dan kawasan stagnan. Di lihat dari kondisi lokasinya didapatkan kawasan terisolasi, kawasan terpencil, kawasan perbatasan. Melalui kondisi fisik kawasan dikenal menjadi kawasan kumuh perkotaan, dan dari sisi prasarana transportasi didapatkan kawasan pelabuhan dan kawasan bandar udara.
Selain tingkat keterkaitan pembangunan antar sector yang terjalin sangat kuat dan saling menunjang, akan lebih diperkuat lagi oleh struktur tata ruang kawasan, yaitu terdapatnya pusat pertumbuhan yang berfungsi sebagai prime mover (penggerak utama) yang didukung oleh pusat-pusat kegiatan produksi local yang tersebar dan beorientasi pada jasa distribusi secara geografis menuju ke pusat penggerak utama. Pembangunan kawasan dapat dikatakan lebih opersional untuk diimplementasikan karena memiliki unsure-unsur pendukung fungsional yang handal, yaitu; 1) kawasan pembangunan yang akan dikembangkan merupakan satuan wilayah pengembangan yang potensial karena telah tersedia potensi infrastruktur pembangunan, 2) dalam kawasan pembangunan terdapat pusat kegiatan wilayah sebagai prime mover, 3) memiliki beberapa komoditas unggulan (advantageous commodities) yang strategis bagi kontribusinya terhadap nilai PDRB, dan 4) kegiatan jasa distribusi (perdagangan dan transportasi) yang didukung oleh tersedianya moda transportasi dan jaringan prasarana transportasi. Hal inilah yang menyebabkan pembangunan berbasis kawasan dianggap sebagai pendekatan pembangunan yang dapat diterima (acceptable), karena terpercaya secara konseptual (reliable) dan dapat diimplementasikan (implementable)
B. Dimensi Wilayah dalam Perencanaan Pembangunan
Dimensi wilayah telah dimunculkan dalam decade 1930-an dan telah dikembangkan sebagai teori dan konsep pembangunan setelah decade 1950-an sampai sekarang dan digunakan sebgai variable penting dalam analisis pembangunan dan perencanaan pembangunan. Paling tidak ada 4 alasan pentingnya dimensi wilayah sebagaimana diungkapkan oleh Richardson (1972) dalam Adisasmita (2011) yaitu:
1. Lansekap ekonomi (economic landscape), menjelaskan bahwa masing-masing kegiatan pembangunan, harus diletakkan pada lokasi yang tepat.
2. Optimalisasi kegiatan yang berarti harus mencapai suatu kondisi yang sebaik mungkin.
3. Telah diintrodusirnya konsep wilayah sebagai penyesuaian untuk obyek pengamatan.
4. Kepentingan nasional harus lebih diutamakan yang merupakan integritas wilayah.
Dalam analisis ekonomi, faktor tata ruang dan faktor jarak menjadi warna yang penting. Secara eksplisit pertimbangan mengenai pentingnya dimensi tata ruang wilayah dalam perencanaan pembangunan dapat diungkapkan melalui lima persoalan utama ekonomi wilayah. Pertama, adalah yang berhubungan dengan penentuan lansekap ekonomi yaitu mengenai penyebaran kegiatan ekonomi pada tata ruang wilayah. Kedua, adalah berkaitan dengan diintroduksikannya konsep wilayah dalam analisis teoritik yang memberikan dorongan terhadap perencanaan pembangunan spasial dan regional serta pengukuran aktivitas ekonominya. Ketiga, adalah menganalisis interaksi antara wilayah-wilayah baik sebagai arus pergerakan faktor roduksi maupun pertukaran komoditas. Keempat adalah persoalan analisis optimum atau keseimbangan antar wilayah, dan kelima, yang berkaitan dengan persoalan kebijakan wilayah (Adisasmita,2008).
Perekonomian daerah membutuhkan kebijakan pembangunan yang merupakan intervensi pemerintah, baik secara nasional maupun regional untuk mendorong proses pembangunan daerah secara keseluruhan. Hal ini dalam rangka mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan pada wilayah-wilayah yang masih terbelakang. Kebijakan pembangunan pada dasarnya adalah merupakan keputusan atau tindakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintah berwenang atau pengambil keputusan public guna mewujudkan suatu kondisi pembangunan atau masyarakat yang diinginkan, baik pada saat sekarang maupun untuk periode tertentu dimasa datang (Sjafrizal, 2008). Guna mendapatkan kebijakan pembangunan regional atau daerah yang tepat, perlu ditetapkan sasaran yang ingin dicapai; kemakmuran wilayah (place prosperity), kemakmuran masyarakat (people prosperity) atau kedua-duanya. Bila kemakmuran wilyah sebagai sasaran pembangunan daerah, maka besar kemungkinan pertumbuhan ekonomi daerah akan meningkat cepat karena didorong oleh kondisi daerah yang sudah lebih baik, terutama prasarana dan sarananya. Kegiatan investasi akan meningkat, mendorong migrasi masuk dan makin banyak lapangan pekerjaan. Selanjutnya pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja biasanya lebih dinikmati oleh pendatang, sementara penduduk setempat kurang menikmati karena ketimpangan kualitas sumberdaya manusianya. Hal ini menyebabkan ketimpangan pada distribusi pendapatan yang cukup tinggi antara pendatang dengan penduduk setempat, dan akan menimbulkan kecemburuan dan ketegangan sosial dalam masyarakat.
Bilamana, kemakuran masyarakat yang menjadi sasaran utama pembangunan daerah, maka tekanan pembangunan akan lebih banyak diarahkan pada pembangunan penduduk setempat melalui peningkatan kualitas sumberdaya manusia (pendidikan, pelayanan kesehatan dan penerapan teknologi tepat guna), juga peningkatan kegiatan produksi masyarakat dan kegiatan ekonomi masyarakat lainnya, serta pemberdayaan masyarakat. Konsekuensinya adalah pertumbuhan ekonomi akan melambat, karena peningkatan kualitas sumberdaya masyarakat membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding dengan kegiatan fisik wilayah. Lebih lanjut ekonomi melambat akan memberikan implikasi pada pendapatan masyarakat yang stagnan dan menimbulkan ketidak puasan dan dapat berimplikasi politik.
Pada tahapan lainnya, kebijakan pembangunan daerah juga memerlukan penetapan wilayah pembangunan (Sjafrizal, 2008). Penetapan wilayah ini dapat dilakukan dengan memperhatikan 4 aspek utama:
1. Kesamaan kondisi, permasalahan dan potensi umum daerah secara ekonomi, social dan budaya (homogeneous region).
2. Keterkaitan yang erat antara daerah-daerah yang tergabung dalam wilayah pembangunan yang bersangkutan, di antaranya kegiatan perdagangan dan mobilitas penduduk antar daerah.
3. Kesamaan karakteristik geografis antar daerah yang tergabung dalam wilayah pembangunan (wilayah fungsional)
4. Kesatuan wilayah administrasi pemerintahan antara provinsi, kabupaten dan kota yang tergabung dalam wilayah pemangunan yang bersangkutan (wilayah perencanaan)
Kebijakan pembangunan wilayah dapat dilakukan dalam bentuk kebijakan fiskal wilayah yang menyangkut tentang pengaturan dan pengendalian penerimaan dan pengeluaran keuangan daerah, karena secara umum akan berpengaruh pada kinerja pembangunan daerah. Bentuk lain adalah kebijakan moneter daerah yang menyangkut tentang kegiatan lembaga keuangan perbankan dan non bank didaerah, misalnya pada kebijakan perkreditan perbankan dan penyediaan pembiayaan bagi pengembangan usaha ekonomi masyarakat.
Referensi
Adisasmita, Rahardjo, 2008, Pengembangan Wilayah; Konsep dan Teori, Edisi Pertama Graha Ilmu, Yogyakarta.
Adisasmita, Sakti Adji, 2011, Transpostasi dan Pengembangan Wilayah, Edisi Pertama Graha Ilmu, Yogyakarta.
Sjafrizal, 2008, Ekonomi Regional; Teori dan Aplikasi, Penerbit Baduose Media, Padang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar